2.6.1 Pengertian
Menurut
CBD-UNEP definisi IAS (Invasive Alien
Species) adalah spesies yang diintroduksi
baik secara sengaja maupun tidak
disengaja dari luar habitat alaminya, bisa pada tingkat spesies,
subspesies, varietas dan bangsa, meliputi organisme utuh, bagian-bagian tubuh,
gamet, benih, telur maupun propagul yang mampu hidup dan bereproduksi pada
habitat barunya, yang kemudian menjadi ancaman
bagi biodiversitas, ekosistem, pertanian, sosial ekonomi maupun kesehatan
manusia, pada tingkat ekosistem, individu maupun genetik. Spesies asli adalah spesies yang telah
menjadi bagian suatu ekosistem secara alamimengalami proses adaptasi yang telah
berlangsung lama. Spesies asing/alien
adalah spesies yang dibawa/terbawa masuk ke suatu ekosistem secara tidak alami.
Spesies invasif adalah spesies,
baik spesies asli maupun bukan, yang secara luas mempengaruhi habitatnya, dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, atau menbahayakan manusia. Spesies asing tidak selalu invasif, spesies invasif belum tentu berasal dari
luar/asing. IAS merupakan kombinasi
dari spesies asing dan spesies invasive.Penyebaran spesies asing invasif ini
disadari sebagai salah satu ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati dan
penghidupan masyarakat secara umum. Dampak spesies asing yang bersifat invasif
ini mampu merubah struktur dan komposisi spesies dalam ekosistem alami. Spesies
lokal tidak mampu bersaing dan terancam kepunahan.
Sifat
invasif belum tentu muncul dihabitat baru, namun bukan berarti aman, bisa jadi
karena jumlah yang dimasukkan belum cukup untuk menjadi invasif. sebagai
kewaspadaan dini, karantina perlu mengawasi pemasukan jenis asing, karena kita
tak pernah tahu kapan dan dalam kondisi apa spesies asing tersebut akan menjadi
invasif. Selama jutaan tahun hambatan alam berupa lautan, pegunungan, sungai dan
gurun menjadi isolasi alam yang berfungsi sebagai penghalang pergerakan alami
makhluk hidup dalam sistem ekologi. Isolasi tersebut membentuk keragaman khas
dan unik pada suatu kawasan ekosistem alami. Isolasi alam yang mampu membatasi
pergerakan spesies tersebut kini tidak efektif. Globalisasi dalam bentuk
peningkatan arus perdagangan dan transportasi lintas negara membuat suatu
spesies bisa berpindah melintasi jarak yang jauh dan masuk ke habitat baru
sebagai spesies asing.
Spesies
asing yang masuk dalam sebuah ekosistem baru kemudian beradaptasi dan bersaing
dengan spesies asli. Beberapa jenis spesies asing dalam bentuk galur dan
varietas baru memang secara nyata memberikan keuntungan ekonomi dan kontribusi
positif bagi kesejahteraan masyarakat. Namun terdapat spesies asing yang
memiliki kemampuan tumbuh dan menyebar secara cepat, mengalahkan spesies asli
yang disebut sebagai spesies asing invasif atau invasive alien
Penyebaran
spesies asing invasif ini disadari sebagai salah satu ancaman terbesar bagi
keanekaragaman hayati dan penghidupan masyarakat secara umum. Dampak spesies
asing yang bersifat invasif ini mampu merubah struktur dan komposisi spesies
dalam ekosistem alami. Spesies lokal tidak mampu bersaing dan terancam kepunahan.
Secara langsung dan tidak langsung invasi ini juga berpengaruh terhadap siklus
nutrien di ekosistem. Misalnya, sejenis serangga asing yang invasif menggeser
populasi serangga asli sehingga merubah komposisi makanan hewan pemakan
serangga dan hilangnya serangga polinator yang bisa membantu penyerbukan
tanaman dan pepohonan penghasil buah tertentu.
Secara
ekonomi, dampak invasi spesies asing ini sangat signifikan. Dunia pertanian
menghadapi berbagai jenis hama dan penyakit tanaman asing yang belum dikenal
petani cara penanganannya. Beberapa jenis bakteri dan patogen baru memberikan
dampak serius dalam dunia peternakan. Ekosistem air tercemar oleh berbagai
gulma, bakteri dan virus yang mampu mendegradasi produksi perikanan. Pada
akhirnya semuanya berujung pada peningkatan biaya untuk mengendalikan berbagai
jenis hama dan penyakit baru tersebut.
Di berbagai
negara maju prinsip kehati-hatian terhadap dampak spesies asing invasif ini
diwujudkan dalam perangkat peraturan secara ketat. Sebagai contoh di Amerika
Serikat menerapkan Bioterorism Act karena persebaran spesies asing invasif
telah diangkat menjadi isu nasional yang menggangu tidak hanya ekonomi dan
ekologi, namun keamanan suatu negara.
2.6.2 Cara IAS Memasuki Wilayah Baru
Meskipun perdagangan dan perjalanan
internasional dipercaya sebagai faktor utama penyebab introduksi IAS secara
tidak sengaja, namun data mengenai jalur masuk IAS tidak dapat diketahui secara
pasti. Beberapa spesies asing yang diintroduksikan selama puluhan tahun tetapi
tidak menjadi invasif, membuktikan bahwa laju pemapaman (establishment) spesies
asing bervariasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perubahan dalam spesies
asing itu sendiri, perubahan jalur pengangkutan (waktu pengangkutan yang lebih
pendek memberikan peluang hidup yang lebih baik bagi spesies tertentu),
perubahan iklim, serta perubahan perilaku manusia pada wilayah introduksi, dan
sebagainya. Percepatan pemapaman spesies asing menunjukkan bahwa introduksi
yang tidak disengaja masih merupakan faktor penting dalam perkembangan IAS.
Sebagian besar spesies tanaman dan hewan
diintroduksikan secara sengaja untuk berbagai keperluan, misalnya tanaman hias,
hewan sirkus atau kebun binatang, burung piaraan, dan ikan hias atau
pemancingan. Di sisi lain, introduksi invertebrata (termasuk organisme laut)
dan mikroba, umumnya terjadi secara tidak disengaja, menempel pada spesies lain
yang sengaja diintroduksikan. Gulma seringkali terbawa sebagai pengotor pada
biji-bijian yang diimpor, sedangkan tanaman hias yang kemudian menjadi gulma
awalnya diintroduksikan secara sengaja untuk hiasan, stabilisasi tanah, kayu
bakar, dan sebagainya, bahkan kadang terbawa secara tidak sengaja dalam program
bantuan kemanusiaan ataupun perdagangan. Sebagai contoh, 13 spesies gulma yang
dinyatakan berbahaya di Polinesia Perancis, awalnya merupakan spesies-spesies
yang sengaja diintroduksikan sebagai tanaman hias atau untuk keperluan lainnya.
Di samping jalur tradisional seperti
pintu-pintu masuk barang dagangan di pelabuhan, beberapa jalur perlu diwaspadai
sebagai jalur masuk IAS, diantarnya :
1. Alat angkut
Alat angkut dapat membawa IAS atau dapat
menjadi tumpangannya. Alat pengangkutan seperti kapal laut, ferry, kayu
gelondongan, peralatan mesin, dan sebagainya perlu diwaspadai.
2. Aquaculture/ mariculture
Introduksi hewan air eksotik dari
wilayah lain dapat menjadi IAS di habitat yang baru atau menjadi pembawa IAS yang
membahayakan spesies lokal.
3. Ballast water
Ballast water adalah air yang dibawa
dalam lambung kapal laut untuk membantu kestabilan kapal selama berlayar.
Volume ballast water dapat mencapai puluhan ribu ton bergantung pada ukuran
kapal. Potensi dari ballast water dalam membawa IAS patut diperhitungkan.
Apalagi sampai saat ini belum ada peraturan internasional mengenai pengendalian
dan pengelolaan ballast water untuk melindungi dan meminimalkan risiko masuknya
IAS.
4. Alat transportasi udara
Pesawat terbang sangat berpeluang untuk
membawa IAS melalui barang-barang yang dibawa oleh para penumpang.
5. Bantuan militer
Bantuan militer dapat menjadi pembawa
IAS dari suatu wilayah ke wilayah lainnya melalui peralatan, perlengkapan
pasukan, dan sebagainya. Sampai saat ini, tidak ada peraturan yang mengharuskan
dilakukannya inspeksi terhadap peralatan militer, personil pasukan dan
perlengkapan yang dibawanya.
6. Bantuan internasional
Bantuan kemanusiaan internasional sangat
berpeluang membawa IAS melalui kendaraan, peralatan khusus (pertanian,
kesehatan, dan sebagainya), dan makanan. Pengawasan IAS melalui jalur ini belum
diatur.
7. Penelitian
Pertukaran materi penelitian untuk
kegiatan ilmiah sangat memungkinkan terbawanya IAS. Misalnya pertukaran materi
genetik tanaman, spesimen biologi, koleksi kultur mikroba, alat-alat laboratorium,
dan pembungkusnya.
8. Pariwisata
Turis mancanegara dan domestik dapat
menjadi pembawa IAS secara sengaja maupun tidak sengaja melalui barang-barang
souvenir maupun sebagai kontaminan pada baju, sepatu, tas dan peralatan pribadi
lainnya.
9. Hewan peliharaan dan tanaman hias
Perdagangan spesies hewan peliharaan dan
tanaman hias dapat membawa IAS.
10. Agens hayati
Agens hayati yang diintroduksikan dari
wilayah lain dapat menjadi pembawa IAS. Oleh karena itu, sebelum digunakan
secara massal, agens hayati harus melalui evaluasi kelayakan terhadap
keamanannya baik pada tanaman, serangga berguna, hewan, spesies berguna lokal
lainnya, dan manusia.
11. Program penangkaran hewan secara
ex-situ
Pertukaran spesies hewan untuk
penangkaran, kebun binatang, dan sarana berburu dari luar negeri perlu
diwaspadai kemungkinannya menjadi IAS ataupun membawa IAS.
2.6.3 Dampak
Pertumbuhan IAS
Spesies-spesies asing tersebut dapat mengubah ekosistem secara keseluruhan
dengan cara mengubah sistem hidrologi, siklus hara, dan proses-proses lainnya
yang terjadi di dalam ekosistem. Seringkali, spesies asing yang mengancam
keanekaragaman hayati juga dapat mengakibatkan kehancuran industri yang
berbasis sumberdaya alam. Spesies-spesies seperti kerang zebra (Dreissena
polymorpha), tembelekan (Lantana camara), tanaman merambat kudzu (Pueraria
montana var. lobata), lada Brasil (Schinus terebinthifolius), dan
tikus (Rattus rattus) diketahui sebagai penyebab terjadinya malapetaka
ekologi dan ekonomi. Secara taksonomi, IAS sangat beragam, meskipun
spesies-spesies pada kelompok taksa tertentu (mamalia, tumbuhan, dan serangga)
merupakan kelompok IAS yang merusak. Ribuan spesies telah punah atau terancam
oleh kehadiran IAS baik yang berada di kepulauan maupun benua. Banyak sekali
ekosistem lokal yang hilang akibat IAS.
IAS dapat menyebabkan kerugian yang nyata secara ekonomi (misalnya biaya yang harus
dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pencegahan, pengendalian, kehilangan
produksi, dan seterusnya). Gulma, salah satu kelompok IAS telah menyebabkan
kehilangan hasil pertanian setidaknya 25% dan juga mengakibatkan penurunan
kualitas daerah tangkapan ikan pada ekosistem laut dan perairan darat. Di
negara-negara Afrika, kerugian akibat gulma eceng gondok (Eichornia
crassipes) yang telah mencemari perairan dan sawah diperkirakan mencapai 60
juta dollar Amerika Serikat (AS). Biaya yang dikeluarkan oleh AS dalam
menangani IAS gulma mencapai 137 milyar dollar AS per tahun. Contoh lainnya
adalah keong emas (golden apple snail, Pomacea canaliculata) yang telah
menyebabkan kerugian hampir 1 milyar dollar AS untuk biaya pengendalian dan
kehilangan produksi padi di Filipina. Impor ternak dan hasil hutan seringkali
juga membawa hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil
pertanian yang nyata pada negara importir.
Lebih jauh, IAS dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan termasuk
terjadinya fragmentasi habitat, serta perubahan iklim global. Tidak semua
spesies asing tergolong berbahaya. Pada banyak tempat, tanaman pertanian dan
ternak berasal tempat lain (diintroduksikan secara sengaja). Banyak hutan
produksi dan industri perikanan yang berbasis pada spesies yang diintoduksikan.
Introduksi agens pengendali hayati (APH) untuk mengendalikan hama dan penyakit
tanaman, juga seringkali cukup berhasil dan dapat mengurangi pemakaian
pestisida dan menekan kerugian hasil secara nyata. Namun demikian, perlu
disadari juga bahwa banyak spesies hama dan penyakit yang awalnya sengaja dintroduksikan
karena dianggap menguntungkan. Banyak varietas tanaman hortikultura dan hewan
eksotis yang telah menjadi invasif dan merusak.
2.6.4 Dasar Hukum Pengelolaan IAS
Konvensi PBB tentang keanekaragaman hayati (United
Nations Convention on Biological Diversity (CBD)) mengamanatkan agar setiap
negara peserta perjanjian (termasuk Indonesia) berkewajiban mencegah pemasukan,
mengawasi, dan melakukan mitigasi terhadap IAS yang mengancam ekosistem,
habitat, dan spesies lainnya. Indonesia sendiri telah meratifikasi perjanjian
CBD ini melalui Undang-undang No. 7 tahun 1995 dan Undang-undang No. 21 tahun
2004 tentang Ratifikasi Protokol Cartagena. Selain itu juga telah diundangkan
beberapa produk hukum Indonesia berkaitan dengan IAS, antara lain Undang-undang
No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; Undang-undang
No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; Undang-undang No. 23 tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Hal-hal yang perlu dicermati dalam pengelolaan IAS
di Indonesia antara lain bahwa daftar IAS yang dilaporkan terdapat di Indonesia
menurut beberapa sumber masih sangat beragam, sehingga perlu dipikirkan
konsekuensinya terhadap pengelolaan IAS di Indonesia dan kaitannya dengan
kerjasama pengelolaan IAS secara bilateral, regional, dan internasional.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian Indonesia dalam mengelola IAS
adalah:
1.
Beberapa IAS pada awalnya sengaja diintoduksikan ke suatu wilayah karena
dinilai menguntungkan, tetapi kemudian perkembangbiakannya tidak terkendali
sehingga menimbulkan kerugian. Sebagai contoh adalah introduksi keong emas ke
beberapa negara ASEAN yang pada awalnya digunakan sebagai sumber protein untuk
ikan dan unggas, akhirnya dikategorikan sebagi IAS karena merugikan usaha
pertanian.
2.
IAS dapat terbawa oleh vektor serangga, seperti sacbrood virus disease
yang diduga terbawa oleh lebah madu yang diintroduksikan dari Cina Selatan (Apis
cerana cerana) menyerang lebah madu lokal Malaysia (Apis cerana indica)
3.
Spesies lokal dapat menjadi IAS, seperti ikan white goby (Glossogobius
giurus) di danau Lanao, Filipina.
Namun spesies invasif juga perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut, karena selain dampak negatif yang timbul juga tidak
tertutup kemungkinan ada manfaat yang terkandung dalam Invasive Alien Spesies ini.
0 komentar:
Posting Komentar